Selasa, 03 Februari 2009

Golput Haram: Pelanggaran HAM

Mendengar pernyataan tentang pengharaman golput oleh MUI, mungkin terlintas dalam benak kita. MUI, sebagai lembaga paling tinggi di Indonesia yang kaitannya dengan ijma' para ulama, khususnya agama Islam. Semua fatwa MUI seolah-olah memiliki kekuatan hukum yang tinggi. Jika sesuatu haram menurut MUI, hukumnya akan haram juga menurut agama. Begitulah keberadaan lembaga MUI di Indonesia sebagai pemegang peran tertinggi. Sepakat bahwa ijma' adalah putusan hukum yang valid, begitu juga dengan putusan MUI, karena hasil dari ijma' para ulama.
Tetapi, yang menjadi permasalahannya saat ini adalah apakah golput itu merugikan masyarakat banyak, merugikan orang lain dan merugikan diri sendiri? Bukankah dengan menyatakan golput itu hukumnya haram berarti ada persepsi bahwa dengan golput, banyak orang yang dirugikan, orang yang golput juga dirugikan.
Mengingat mayoritas penduduk Indonesia adalah Islam, terkadang, MUI seolah-olah dijadikan sebagai sarana para penguasa politik untuk mengambil keputusan. Andil para penguasa politik tidak pernah bisa lepas dari MUI. Sebagai bukti rielnya, pengharaman terhadap golput.
Pengharaman golput yang dikeluarkan oleh MUI ini sifatnya sangat memaksa. Dimana golput adalah bagian dari hak untuk memilih juga. Golput adalah pilihan. Jika ada pengharaman untuk golput berarti hak seseorang terbatas dan dibatasi. Hak Asasi Manusia sudah tidak berharga lagi. Bukankah golput juga HAM? Lebih-lebih lagi, jika HAM ini disalahgunakan. Bagi mereka, golput juga bagian dari pemilihan yang bersifat pasif.
Coba kita bahas kembali, mengapa bangsa kita, lebih banyak penduduknya memilih untuk golput? Golput atau golongan putih. Sebutan mereka yang tidak memilih dalam keberlangsungan pemilu. Biasanya, bagi mereka yang memilih golput ini ada sebab-sebab mendasar. Seperti halnya seseorang yang sudah percaya pada orang lain. Tiba-tiba kepercayaannya disalahgunakan sehingga sulit untuk bisa percaya lagi. Dengan kata lain, orang yang memilih golput, sudah bosen dan trauma dengan apa yang telah dijanjikan para wakil rakyat tetapi tidak direalisasikan ketika menjabat.
Tidak mengherankan jika tiba-tiba masyarakat Indonesia memilih untuk golput, karena sudah tidak yakin akan janji-janji. Inilah akibat golput yang sangat fatal sekali. Sehingga, ada asumsi bahwa memilih atau tidak memilih, sama saja tidak memberikan pengaruh pada kesejahteraan kehidupan mereka.
Saya menulis artikel ini bukan untuk berada dalam tataran pro atau kontra dalam permasalahan golput. Tetapi, hanya memberikan gambaran bagaimana keberadaan masyarakat Indonesia saat ini. Lebih-lebih lagi, banyaknya partai yang terdaftar dalam pemilu. Hal ini semakin membingungkan rakyat dalam memilih.

Langkah Pemerintah yang tidak Memihak

Jika golput adalah cara yang ditempuh masyarakat sebagai sikap memilih. Sedangkan pemerintah dengan segeranya melobi MUI guna menyatakan fatwa pengharaman golput. Sungguh tindakan yang tidak adil. Masyarakat seolah dipaksa harus dan harus memilih. Jika memilih untuk golput akan berdosa. Omong-omong masalah dosa terhadap ranah golput, berarti sungguh besar dosa yang akan ditanggung masyarakat. Dosa karena tidak tahu mana yang baik tetapi memilih karena dianggap baik.
Dengan pernyataan golput itu haram, ada dua hal yang perlu digaris bawahi pemerintah. Bahwa dengan melarang masyarakatnya untuk golput, seolah-olah hak asasi manusia tidak ada maknanya. Dan yang kedua, pemerintah benar-benar tidak memihak.

Jalan Keluar

Selain mengharamkan golput, pemerintah seharusnya lebih tegas dalam permasalahan ini. Pengharaman golput bukanlah langkah yang sangat efisien. Ada beberapa langkah yang setidaknya pemerintah perlu perhatikan. Pertama, mungkin meminimalkan keberadaan parta-partai politik. Di Indonesia, partai itu seolah gampang dibentuk. Jika memiliki uang, jika memiliki masa, dan jika kontra dengan partai yang sudah ada, dengan mudah mampu membuat partai baru, dengan tawaran visi dan misi yang berbeda dengan partai lain.
Kedua, Pemerintah jangan memberikan image buruk lagi terhadap masyarakat. Seolah-olah, dengan mengharamkan golput, pemerintah telah memberikan paksaan pada rakyat khususnya untuk memilih. Mungkin lebih pasnya jika golput dihapus pengharamannya.

Tidak ada komentar: