Selasa, 06 Januari 2009

Psikologi dan Tasawuf dalam Tasawuf dan Modernitas

Era modernisme telah melahirkan kemajuan sains yang sangat menakjubkan. Teknologi tingkat tinggi yang diterapkan di hampir semua lini kehidupan manusia tak terlepas dari peran modernisme. Kemudahan transportasi dan akses informasi banyak memberi manfaat kepada manusia. Dalam tempo relatif singkat manusia bisa melakukan tour ke berbagai tempat belahan dunia. Perbedaan tempat juga tidak memutus jalinan komunikasi. Dengan demikian, modernisme mempunyai peran vital bagi perjalanan peradaban manusia.
Meskipun demikian, di balik keberhasilan tersebut ternyata modernisme juga melahirkan problem serius bagi kelangsungan hidup manusia. Modernisme hanya mampu memberi kenikmatan jasmani namun tidak mampu memberi kepuasan ruhani. Setiap hari manusia hanya disuplai materi-materi bersifat jasmaniah yang justru membuai kehidupan manusia menjadi materialisistis, hedonis, dan konsumeris. Sementara suplai materi bersifat ruhaniah diabaikan begitu saja, sehingga mengakibatkan ketimpangan dalam kehidupan manusia dan menjadi kering makna.
Ketimpangan ini kemudian melahirkan krisis spiritual. Krisis akibat keterputusan hubungan manusia terhadap Tuhannya. Dampaknya terlihat semakin banyak orang frustasi dalam menjalani hidup. Hidupnya tidak tenang karena kepuasan materi yang diperoleh belum mampu meredakan rasa haus yang sesungguhnya, yaitu rasa haus yang terdapat dalam diri yang paling dalam.
***
Buku ini hadir adalah untuk mengkaji persoalan-persoalan yang muncul dalam modernisme. Melalui pendekatan tasawuf untuk mengungkap pencarian makna spiritual di tengah problematika sosial yang diakibatkan oleh ketimpangan suplai yang diberikan modernisme. Mengungkap nilai-nilai spiritual yang sudah diadaptasikan dengan produk modernisme, untuk menunjukkan keramahan spiritual terhadap produk modern.
Bagian pertama, buku ini membahas tentang hubungan tasawuf dan tarekat. Sebuah upaya manusia untuk meneguhkan nilai-nilai spiritual melalui serangkaian latihan-latihan (riyadhah) guna menyeimbangkan kehidupan dunia dan akhirat. Bagian kedua, mengkaji tentang neo-sufisme dengan menunjukkan prinsip dan karakter dasarnya. Neo-sufisme ini merupakan bentuk akulturasi dan perpaduan modernisme dan sufisme sehingga membentuk sufisme model baru.
Bagian ketiga, membahas tentang tasawuf dan hubungan antar agama. Tulisan ini bermaksud untuk mencermati hubungan antar agama dari perspektif tasawuf. Lebih-lebih dalam tataran praktis hubungan antar agama selalu menjadi persoalan serius yang sangat rentan melahirkan konflik dan perpecahan. Untuk itu, dengan menghadirkan cara pandang tasawuf tulisan ini bermaksud memberikan pemahaman lain terhadap hubungan antar agama.
Bagian keempat, mengkaji tentang sinkronisasi tasawuf terhadap psikologi. Selama ini keduanya dianggap sebagai entitas yang berbeda, tidak mempunyai keterikatan keilmuan. Padahal, kalau dikaji lebih dalam di antara keduanya terdapat prinsip-prinsip yang sama. Kesamaan prinsip inilah yang coba diungkap dalam tulisan ini. Bagian kelima, mengurai keterkaitan tasawuf dengan seni budaya. Tulisan ini bermaksud menunjukkan keramahan tasawuf terhadap seni budaya. Tentu ini akan memberikan masukan terhadap penilaian sebagian besar masyarakat yang cenderung menganggap tasawuf anti seni dan budaya. Padahal, banyak produk kesenian dan kebudayaan ternyata tidak terlepas dari unsur-unsur tawasuf.

Tidak ada komentar: